Lomba pacuan kuda begitu merakyat di Pulau
Sumba.Acara itu rutin digelar setiap tahun yang dimulai dari lomba tingkat
kecamatan lalu tingkat kabupaten,dan antar kabupaten di Pulau sumba.Menghadapi
kegiatan itu,pria-wanita ,anak-dewasa dalam setiap rumah yang memiliki kuda
pacu,bersama-sama tak kenal lelah menyiapkan kuda kebanggaan mereka agar meraih
prestasi terbaik. Lomba terbagi dalam tujuh kelas didsarkan tinggi badan dan
usia. Persiapan meliputi pemberian makanan dan vitamin yang berkualitas,latihan
lari cepat,latihan joki dan sebaginya.
“ Kadang kebutuhan hidup di rumah dikorbankan demi
menyiapkan kuda kesayangan mengikuti lomba. Isteri dan anak pun bisa dilupakan
suami,tapi kami selalu mendukung sepepnuhnya,” kata Ny Krince Manu (42) warga
Desa Bondo Kodi,Kecamatan Kodi Besar,Kabupaten sumba Barat Daya,pertengahan
Juni 2011. Kuda pacu memang dipelihara khusus dalam kandang.Sejak kecil,kuda
pilihan tersebut mendapat perlakuan istimewa dari pemiliknya.Setiap pagi selalu
dimandikan,lalu dipijati kaki dan badan dengan air hangat,diberikan makanan dan
rutin dilakukan latihan berlari.Menjelang hari perlombaan,kuda pacu itu diberi
tambahan vitamin dan setiap hari minum enam butir telur campur madu.
“ Kami bisa melupakan semuanya demi kuda pacu.Anak
boleh saja tak makan telur,asalkan kuda pacu bisa mendapatkan makanan terbaik
agar meraih hasil terbaik saat lomba,” ujar Hermanus Ulle (45) Warga Desa Bondo
Kodi ,Kecamatan kodi,Kabupaten Sumba Barat daya. Maraknya dan begitu gengsinya
pacuab kuda memberi peluang bagus bagi bisnis kuda pacu di Pulau Sumba.satu
ekor kuda pacu,hasil perkawinan silang kuda sandelwood (Sumba) dengan kuda
asal Australia,misalnya dihargai Rp.2 juta –Rp.50 juta per ekor. Makin sering
kuda itu memenangi perlombaan,harganya terus melambung.
Dalam mencari kuda pacu terbaik tidak bisa
dilepaskan dari faktor keturunan. Jika
pejantan dan induk pernah meraih tiga besar dalam sejumlah lomba pacuan
diyakini melahirkan kuda pacu berkualitas baik.” Kalau diberi latihan
terbaik,otomatis berpeluang meraih juara,” ujar Bram Tako (30),penggila kuda
pacu di Desa Karuni,Kecamatan Laora,Kabupaten Sumba Barat Daya.Kuda pacu yang
sering memenangi perlombaab berasal dari hasil perkawinan silang antara kuda sandelwood
dan kuda asing atau kuda tersebut merupakan hasil
perkawinan silang (generasi kedua) dengan kuda dari luar Sumba yang juga pernah
menjuarai perlombaan.Kuda-kuda keturunan baik ini saat masih dalam perut
induknya saja sudah dipanjar uang minimal Rp.6 juta oleh pembeli.
Di kalangan masyarakat Sumba,kuda pacu juga memiliki
nilai sosial,ekonomi dan politik. Makin sering kuda tersebut memenangi
perlombaan ,nama pemilik kuda dan kuda itu sendiri menjadi populer di kalangan
penggila kuda pacu serta masyarakat umumnya.Umbu Maramba Meha (53) peternak
yang juga bangsawan dari Desa Kabaru,Kecamatan Rindi,Kabupaten sumba
Timur,menilai antusias masyarakat itu sebagai peluang bisnis.Bisnis itu dinilai
lebih cepat menghasilkan uang yang banyak.Dalam dua sampai tiga tahun bisa
balik modal investasi. Ia
memiliki seekor kuda pacu jantan “ Barones”. “ Barones” memenangi lomba kelas
super A tahun 2001 dan 2004.Kini kuad itu dimasukan sekopel khusus bersama lima
ekor kuda betina yang juga pernah menjuarai lomba ,untuk kawin.
Beberapa ekor betina diantaranya sedang
bunting.Bahkan bayi kuda yang sedang di dalam perut induknya sudah dipesan dan
dipanjar penggila kuda pacu sebesar Rp.10 juta per ekor.” Setelah saya
mengikuti cukup lama,saya kira bisnis bibit kuda pacu sebagai satu peluang
menarik.sekarang saya mau focus dengan usaha ini.Dalam 2-3 tahun lagi,saya bisa
beli satu mobil Mitsubishi Strada seharga Rp.300-an juta.Itu cita-cita saya dan
saya yakin bisa meraihnya,” kata Meha.
Di mata dia,mas depan kuda Sumba bakal terfokus pada kuda
pacu.Alasannya,fungsi kuda sebagai pengangkut beban dan tunggangan kian
berkurang akibat kehadiran sepeda motor yang kini dimiliki hampir setiap rumah
tangga.Selain itu,lahan pun kian menyempit akibat pembangunan permukiman,menyusul
pertambahan penduduk.Beternak kuda pacu sungguh menyita perhatian.Untuk makan
satu ekor misalnya,rata-rata rp.2,5 juta sebulan. Jenis makanan yang diberikan antara lain
dedak dan batang jagung.Saat menjelang lomba ditambah telur ayam dan madu.
Tantangan
Di tengah kekaguman orang terhadap kuda Sumba timbul
pertanyaan,apakah kuda asli Indonesia ini mampu hidup seribu tahun lagi?.Sejauh
mana perhatian berbagai pihak terhadap kelangsungan hidup kuda itu?.Pertanyaan
ini pantas diajukan sebab selama Januari-juni 2011 sebanyak 284 ekor kuda mati
akibat terserang penyakit shura.Beberapa tahun lalu,ratusan ekor kuda di Sumba
juga mati terkena penyakit antraks.” Tujuh ekor kuda saya mati dalam sebulan
terakhir.Serangan penyakit shura sangat mengkhawatirkan peternak.Banyak
peternak menderita kerugian luar biasa,” ujar Rihi Lena (75) warga Kelurahan
Lewa Paku ,Kecamatan Lewa,Sumba Timur yang kini masih memiliki kuda 43 ekor.Dia
mengaku,kuda telah menopang kehidupan keluarganya.” Berkat kuda,kerbau dan
sapi,saya bisa menyekolahkan empat anak hingga ke perguruan tinggi.Mereka
kuliah di Denpasar,Semarang,Malang,dan Sidoarjo,” kata Rihi.
Ancaman lain adalah perdagangan antar pulau. Selama
beberapa tahu terakhir banyak pedagang dari Sulawesi Selatan dan Bima datang ke
Sumba untuk membeli kuda.Di kedua daerah tersebut bamyak warga yang sering
mengkonsumsi daging kuda.Sebaliknya di masyarakat Sumba pantang makan daging
kuda.Ali Fatah Al Jufri (73),warga keturunan Arab yang juga berdagang kuda
mengakui,bisnis kuda memang menarik.Bahkan usaha yang digeluti saat ini
merupakan warisan dari ayahnya.” Kuda Sumba saat ini menyebar ke
Bima,Sumbawa,Flores,Timor,dan lainnya.Tetapi apakah kuda-kuda yang ada di pulau
–pulau tersebut berasal dari sumba atau
asli di daerah setempat perlu penelitian,” kata Al Jufri yang tidak bersedia
menyebutkan harga kuda sumba di pasaran.
Pemerintah daerah ,jelas sekertaris Dinas Peternakan
Kabupaten Sumba timur,,Dominikus Ara,telah mengeluarkan larangan menjual kuda
atau hewan betina yang masih produktif ke luar pulau.Ini untuk meningkatkan
populasi di wilayah setempat.” Sejauh ini larangan cukup efektif dan dipatuhi
peternak kuda dan peternak hewan lainnya,” katanya.Yang lebih memprihatinkan
adalah minimnya perhatian dari pemerintah pusat terhadap upaya pemeliharaan dan
perbaikan kualitas kuda Sumba.Belum lagi perubahan iklim yang ikut memicu
berbagai penyakit.” Dulu saat orde baru selalu ada dana untuk kuda Sumba.Tetapi
selama reformasi perhatian itu nyaris tidak ada,” ujar Kepala Dinas Peternakan kabupaten
sumba Barat Daya,Thimotius Bulu.