Sabtu, 05 Januari 2013

Membangun Bisnis Baru Melalui Kuda Pacu


Lomba pacuan kuda begitu merakyat di Pulau Sumba.Acara itu rutin digelar setiap tahun yang dimulai dari lomba tingkat kecamatan lalu tingkat kabupaten,dan antar kabupaten di Pulau sumba.Menghadapi kegiatan itu,pria-wanita ,anak-dewasa dalam setiap rumah yang memiliki kuda pacu,bersama-sama tak kenal lelah menyiapkan kuda kebanggaan mereka agar meraih prestasi terbaik. Lomba terbagi dalam tujuh kelas didsarkan tinggi badan dan usia. Persiapan meliputi pemberian makanan dan vitamin yang berkualitas,latihan lari cepat,latihan joki dan sebaginya.
“ Kadang kebutuhan hidup di rumah dikorbankan demi menyiapkan kuda kesayangan mengikuti lomba. Isteri dan anak pun bisa dilupakan suami,tapi kami selalu mendukung sepepnuhnya,” kata Ny Krince Manu (42) warga Desa Bondo Kodi,Kecamatan Kodi Besar,Kabupaten sumba Barat Daya,pertengahan Juni 2011. Kuda pacu memang dipelihara khusus dalam kandang.Sejak kecil,kuda pilihan tersebut mendapat perlakuan istimewa dari pemiliknya.Setiap pagi selalu dimandikan,lalu dipijati kaki dan badan dengan air hangat,diberikan makanan dan rutin dilakukan latihan berlari.Menjelang hari perlombaan,kuda pacu itu diberi tambahan vitamin dan setiap hari minum enam butir telur campur madu.
“ Kami bisa melupakan semuanya demi kuda pacu.Anak boleh saja tak makan telur,asalkan kuda pacu bisa mendapatkan makanan terbaik agar meraih hasil terbaik saat lomba,” ujar Hermanus Ulle (45) Warga Desa Bondo Kodi ,Kecamatan kodi,Kabupaten Sumba Barat daya. Maraknya dan begitu gengsinya pacuab kuda memberi peluang bagus bagi bisnis kuda pacu di Pulau Sumba.satu ekor kuda pacu,hasil perkawinan silang kuda sandelwood  (Sumba) dengan kuda asal Australia,misalnya dihargai Rp.2 juta –Rp.50 juta per ekor. Makin sering kuda itu memenangi perlombaan,harganya terus melambung.
Dalam mencari kuda pacu terbaik tidak bisa dilepaskan dari faktor keturunan.    Jika pejantan dan induk pernah meraih tiga besar dalam sejumlah lomba pacuan diyakini melahirkan kuda pacu berkualitas baik.” Kalau diberi latihan terbaik,otomatis berpeluang meraih juara,” ujar Bram Tako (30),penggila kuda pacu di Desa Karuni,Kecamatan Laora,Kabupaten Sumba Barat Daya.Kuda pacu yang sering memenangi perlombaab berasal dari hasil perkawinan silang antara kuda sandelwood dan kuda asing atau kuda tersebut merupakan hasil perkawinan silang (generasi kedua) dengan kuda dari luar Sumba yang juga pernah menjuarai perlombaan.Kuda-kuda keturunan baik ini saat masih dalam perut induknya saja sudah dipanjar uang minimal Rp.6 juta oleh pembeli.
Di kalangan masyarakat Sumba,kuda pacu juga memiliki nilai sosial,ekonomi dan politik. Makin sering kuda tersebut memenangi perlombaan ,nama pemilik kuda dan kuda itu sendiri menjadi populer di kalangan penggila kuda pacu serta masyarakat umumnya.Umbu Maramba Meha (53) peternak yang juga bangsawan dari Desa Kabaru,Kecamatan Rindi,Kabupaten sumba Timur,menilai antusias masyarakat itu sebagai peluang bisnis.Bisnis itu dinilai lebih cepat menghasilkan uang yang banyak.Dalam dua sampai tiga tahun bisa balik modal investasi.           Ia memiliki seekor kuda pacu jantan “ Barones”. “ Barones” memenangi lomba kelas super A tahun 2001 dan 2004.Kini kuad itu dimasukan sekopel khusus bersama lima ekor kuda betina yang juga pernah menjuarai lomba ,untuk kawin.
Beberapa ekor betina diantaranya sedang bunting.Bahkan bayi kuda yang sedang di dalam perut induknya sudah dipesan dan dipanjar penggila kuda pacu sebesar Rp.10 juta per ekor.” Setelah saya mengikuti cukup lama,saya kira bisnis bibit kuda pacu sebagai satu peluang menarik.sekarang saya mau focus dengan usaha ini.Dalam 2-3 tahun lagi,saya bisa beli satu mobil Mitsubishi Strada seharga Rp.300-an juta.Itu cita-cita saya dan saya yakin bisa meraihnya,” kata Meha.       Di mata dia,mas depan kuda Sumba bakal terfokus pada kuda pacu.Alasannya,fungsi kuda sebagai pengangkut beban dan tunggangan kian berkurang akibat kehadiran sepeda motor yang kini dimiliki hampir setiap rumah tangga.Selain itu,lahan pun kian menyempit akibat pembangunan permukiman,menyusul pertambahan penduduk.Beternak kuda pacu sungguh menyita perhatian.Untuk makan satu ekor misalnya,rata-rata rp.2,5 juta sebulan.  Jenis makanan yang diberikan antara lain dedak dan batang jagung.Saat menjelang lomba ditambah telur ayam dan madu.
Tantangan
Di tengah kekaguman orang terhadap kuda Sumba timbul pertanyaan,apakah kuda asli Indonesia ini mampu hidup seribu tahun lagi?.Sejauh mana perhatian berbagai pihak terhadap kelangsungan hidup kuda itu?.Pertanyaan ini pantas diajukan sebab selama Januari-juni 2011 sebanyak 284 ekor kuda mati akibat terserang penyakit shura.Beberapa tahun lalu,ratusan ekor kuda di Sumba juga mati terkena penyakit antraks.” Tujuh ekor kuda saya mati dalam sebulan terakhir.Serangan penyakit shura sangat mengkhawatirkan peternak.Banyak peternak menderita kerugian luar biasa,” ujar Rihi Lena (75) warga Kelurahan Lewa Paku ,Kecamatan Lewa,Sumba Timur yang kini masih memiliki kuda 43 ekor.Dia mengaku,kuda telah menopang kehidupan keluarganya.” Berkat kuda,kerbau dan sapi,saya bisa menyekolahkan empat anak hingga ke perguruan tinggi.Mereka kuliah di Denpasar,Semarang,Malang,dan Sidoarjo,” kata Rihi.
Ancaman lain adalah perdagangan antar pulau. Selama beberapa tahu terakhir banyak pedagang dari Sulawesi Selatan dan Bima datang ke Sumba untuk membeli kuda.Di kedua daerah tersebut bamyak warga yang sering mengkonsumsi daging kuda.Sebaliknya di masyarakat Sumba pantang makan daging kuda.Ali Fatah Al Jufri (73),warga keturunan Arab yang juga berdagang kuda mengakui,bisnis kuda memang menarik.Bahkan usaha yang digeluti saat ini merupakan warisan dari ayahnya.” Kuda Sumba saat ini menyebar ke Bima,Sumbawa,Flores,Timor,dan lainnya.Tetapi apakah kuda-kuda yang ada di pulau –pulau  tersebut berasal dari sumba atau asli di daerah setempat perlu penelitian,” kata Al Jufri yang tidak bersedia menyebutkan harga kuda sumba di pasaran.
Pemerintah daerah ,jelas sekertaris Dinas Peternakan Kabupaten Sumba timur,,Dominikus Ara,telah mengeluarkan larangan menjual kuda atau hewan betina yang masih produktif ke luar pulau.Ini untuk meningkatkan populasi di wilayah setempat.” Sejauh ini larangan cukup efektif dan dipatuhi peternak kuda dan peternak hewan lainnya,” katanya.Yang lebih memprihatinkan adalah minimnya perhatian dari pemerintah pusat terhadap upaya pemeliharaan dan perbaikan kualitas kuda Sumba.Belum lagi perubahan iklim yang ikut memicu berbagai penyakit.” Dulu saat orde baru selalu ada dana untuk kuda Sumba.Tetapi selama reformasi perhatian itu nyaris tidak ada,” ujar Kepala Dinas Peternakan kabupaten sumba Barat Daya,Thimotius Bulu.